Di Indonesia Jagung merupakan komoditas tanaman pangan penting setelah tanaman padi . Selain menjadi komoditas pangan (food), jagung merupakan bahan baku penting untuk pakan ternak (feed). Pada 2016, kebutuhan jagung untuk pangan dan pakan di Indonesia diperkirakan berturut-turut sebanyak 41% dan 28% dari total penggunaan jagung dan yang tercecer (FAO, 2019). Sisanya 31% adalah untuk penggunaan lain, benih dan tercecer. Angka total penggunaan dan tercecer jagung tersebut adalah sebanyak 23,84 juta ton. Sementara itu, produksi jagung pada 2016 adalah sebesar 23,58 juta ton. Data ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami defisit jagung sebesar 0,26 juta ton. Defisit jagung ini juga dialami pada tahun-tahun sebelumnya
Mengatasi defisit jagung tersebut, Indonesia melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan produksi, baik melalui perluasan tanam (ekstensifikasi) maupun melalui peningkatan produktivitas (intensifikasi). Dengan semakin terbatasnya lahan pertanian, intensifikasi menjadi alternatif yang strategis untuk peningkatan produksi jagung.
Sejak akhir 1960-an, intensifikasi jagung sudah dilakukan seiring dengan intensifikasi padi. Secara keseluruhan terjadi peningkatan produktivitas jagung. Namun demikian, perubahannya berfluktuasi. Sehingga perlu adanya strategi baru dalam menstabilkan hasil produksi jagung. Berkaitan dengan tujuan itu, maka ada beberapa aspek budidaya yang harus terpenuhi, diantaranya : Benih baik dan bersertifikat, pengolahan lahan, pengendalian hama/penyakit terpadu, pemberian nutrisi lengkap berimbang, penanganan pasca panen. Berkaitan dengan pemberian NUTRISI akan menjadi faktor penting apabila jumlah dan kebutuhannya cukup untuk penunjang pertumbuhan tanaman jagung.
Akan tetapi fakta dilapangan ketersedian pupuk, terutama pupuk kimia sering langka dan harganya melambung tinggi. Mengakibatkan masalah tersendiri bagi petani karena jumlah yang dibutuhkan tanaman tidak terpenuhi, kalaupun ada maka harga yang mahal membebani biaya produksi.
Solusinya adalah menggunakan alternatif pupuk yang dapat menggurangi jumlah pemberian pupuk kimia, Solusi ini coba ditawarkan oleh Perusahaan PT. Dynapharm Nusantara Gemilang dengan produk pupuk organik DIGROW. Pupuk DIGROW memiliki kandungan 60 unsur nutrisi lengkap dan berimbang. Sangat cocok sebagai sumber nutrisi bagi tanaman jagung, di sisi lain pupuk DIGROW mampu menghemat penggunaan pupuk kimia sampai 50%.
Dilapangan sudah banyak bukti pendukung dimana penggunaan pupuk DIGROW dibarengi pengurangan pupuk kimia 50%, produksi jagung masih mampu meningkat lebih dari 30%. Fakta tersebut didapatkan dari petani pengguna DIGROW. Sebagai bentuk upaya menyebarluaska informasi ke petani lain, dibuatlah DEMPLOT sebagai sarana sosialisasi alih teknologi budidaya jagung.
Demplot ini bertempat diwilayah Lamongan, Jawa Timur. Dilahan jagung milik bapak Marto. Luas lahan 1600 m2 mengunakan Benih 2.5 kg, tanpa olah tanah. Pupuk kimia dikurangi 50% dari musim sebelumnya dan menggunakan DIGROW. Sebagai lahan kontrol menggunakan lahan sebelah dengan aplikasi pupuk kimia full dan tanpa DIGROW.
Hasil Panen tanaman Jagung :
Dari hasil data yang didapat selama proses demplot. Membuktikan bahwa penggunaan aplikasi pupuk DIGROW, mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50% dan hasil panen tetap meningkat signifikan. Hasil panen yang pakai Digrow setelah dikonversikan ke Ha mendapatkan hasil 9.940 kg jagung kering panen glondong, sedangkan yang control (tanpa Digrow, hanya NPK saja) menghasilkan 8.050 kg kering panen glondong.
Ada peningkatan hasil panen yang memakai Digrow sebanyak 1.890 kg/Ha glondong atau meningkat 23% dibandingkan tanaman kontrol yang hanya pakai NPK saja. Meningkatnya produktifitas jagung akan berbanding lurus dengan kesejahteraan petani jagung di Indonesia.